Kamis, 27 April 2017

MEMORI USANG KEMBALI TERBAYANG


Kata Mas Gun (Kurniawan Gunadi), menulis jangan dijadikan beban. Akupun merenung sejenak, mengingat banyak tulisanku yang tak kunjung rampung. Selajur kemudian, Mas Gun memberi kami tugas untuk menuliskan sesuatu yang ingin masing-masing dari kami capai, namun itu semua mustahil terjadi. Waktunya tidak lama, 15 menit saja. Aku berpikir keras, memoriku berkelebat, satu persatu bayangan kejadian seolah terserak, mencoba menampakkannya agar sesuai dengan tema. Akhirnya aku menemukan sebuah kejadian yang entah telah berapa kali aku tuliskan, dan aku tidak akan pernah bosan.

Kira-kira 12 tahun silam. Seperti biasa, aku dengan setia menunggu angkutan umum sepulang sekolah. Sepi, karena satu persatu temanku telah kembali ke rumah masing-masing. Buku tulis bersampul cokelat kugenggam begitu erat, aku ragu jika sesampainya di rumah harus memberikannya kepada Bapak. Tak lama berselang, angkutan umum yang sedari tadi kutunggupun datang.
 ***
Brakkkk.....
Buku bersampul cokelat terlempar dengan keras ke sudut ruang keluarga. Ya, dugaanku benar, Bapak pasti marah besar. Aku hanya tertunduk lesu mendengarkan perkataan Bapak yang teramat memekikkan pendengaran.
"Apa itu nilai 0 ?! Belajar gak kamu di sekolah?!!" bentak Bapak.
Ibu yang menyaksikan kejadian itu tak berani menyelak, hanya diam terpaku sembari menimang adikku. Kejadian malam itu bak tamparan keras mendarat di pipiku, panas. Namun siapa yang tahu, bahwa kejadian malam itu adalah sebuah kenangan yang nyatanya ingin kembali kuulang.
***
Dua minggu berselang, ruang kelas nampak tenang dikarenakan Bu Guru memberi kami soal ulangan. Tak ada canda, rona keseriusan terpancar dari setiap wajah murid kelas tiga. Beberapa saat kemudian, Ibu Guru tergopoh memasuki ruangan menuju ke arahku sembari mengisyaratkan kepadaku untuk segera mengemas seluruh barang-barangku.

Kelebat bayang memenuhi isi pikiran, pecah tangisan, balutan kain kafan, kabar kecelakaan yang membuatku seolah sedang berada di alam mimpi. 
Bapak.. secepat itukah engkau pergi?

0 komentar:

Posting Komentar